Kreatif! Petani Ini Bikin Alat Penanam Benih Padi dari Barang Bekas

Ilustrasi alat penanam benih padi (Flickr)

Penulis: Rashif Usman, Editor: Dera - Kamis, 5 Januari 2023 | 15:30 WIB

Sariagri - Seorang petani di Castilla, Sorsogon, Filipina membuat drum seeder atau alat penanam benih padi dari barang-barang bekas. Petani bernama Ernesto Apuli merakit alat tersebut menggunakan kerangka logam dari sebuah mobil tua dan roda dari sepeda tua.

Apuli mengenal tentang alat tersebut awalnya ketika diberi pengarahan teknis dari sebuah Lembaga Penelitian Padi Filipina yakni PhilRice. Ia juga berpartisipasi dalam Program Benih Peningkatan Daya Saing Padi, yang memberinya benih inbrida bersertifikat gratis.

"Putri saya meminta saya untuk menghadiri acara di PhilRce. Di sana saya belajar tentang teknologi pertanian yang dipromosikan lembaga penelitian tersebut, termasuk drum seeder. Saya berkata pada diri sendiri bahwa suatu hari nanti, saya membutuhkan alat seperti ini," kata Apuli dikutip dari Manila Times.

Apuli yang dulunya seorang pelaut ini mengatakan membangun alat tersebut berdasarkan video dan brosur dari PhilRice dengan biaya sekitar Rp1,2 juta. Ia juga mengatakan bahwa mesin tersebut juga disewakan kepada sesama petani.

Petani bikin alat penanam benih padi (Istimewa)
Petani bikin alat penanam benih padi (Istimewa)
Baca Juga: Kreatif! Petani Ini Bikin Alat Penanam Benih Padi dari Barang Bekas
Terapkan Standar SRP untuk Tanam Padi, Hasil Panen Petani Klaten Meningkat

“Alat dari barang bekas ini sangat menguntungkan kami para petani di Pandan. Kami hanya membutuhkan dua hingga tiga buruh tani untuk menanam satu hektar dibandingkan dengan cara tradisional tanam manual yang membutuhkan 15 hingga 17 pekerja. Alat ini lebih cepat dan murah!” tambah Apuli.

Dengan menggunakan drum seeder, bulir padi ditaburkan dalam baris lurus yang memungkinkan penyiangan mekanis di antara baris. Ini juga membantu menghemat 50 hingga 80 persen benih daripada penyemaian konvensional. Melalui alat ini, kebutuhan benih hanya 40 sampai 60 kilogram per hektar (kg/ha), sementara praktik penyemaian konvensional menggunakan 120 kg/ha.