Berita Teknologi - Penerapan teknologi ultra-fine bubble karya peneliti IPB University terbukti mampu menggenjot kualitas dan hasil panen bawang putih para petani.
SariAgri - Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria berharap pemerintah mendorong penerapan teknologi Agromaritim 4.0 di kalangan petani di Indonesia. Dalam hal peningkatan produksi bawang putih, penerapan teknologi ultra-fine bubble karya peneliti IPB University terbukti mampu menggenjot kualitas dan hasil panen bawang putih para petani.
"Teknologi ini saya kira sifatnya sudah di luar pakem. Oleh karena itu kolaborasi antara IPB University dengan pemerintah maupun petani menjadi penting," ujar Prof Arif Satria, saat panen bawang putih dari hasil aplikasi teknologi temuan pakar IPB yaitu ultra-fine bubble di Desa Tuwel Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Prof Arif mengatakan, Indonesia saat ini masih amat bergantung pada bawang putih impor, dimana 90 persen kebutuhan domestik masih dipasok dari bawang putih yang didatangkan dari luar.
Ditengah ketergantungan bawang putih impor, teknologi ultra-fine bubble dapat menjadi problem solver rendahnya produksi bawang putih nasional.
"Produksi bawang putih kita masih berkisar antara 86 ribu ton, sedangkan impor kita mencapai lebih dari 400 ribu ton. Ini jauh sekali antara produksi dan impor," ujar Prof. Arif.
Oleh karena itu, Prof Arif menekankan pentingnya pemerintah melakukan pemetaan (mapping) daerah-daerah potensial pengembangan produk pangan, termasuk bawang putih. Sambil terus mengembangkan teknologi-teknologi yang bersifat terobosan dan tepat guna.
"Dengan demikian kita tidak lagi bergantung pada impor bawang putih dari Cina maupun negara lain. Kita justru bisa memproduksi lebih banyak dengan bantuan teknologi tersebut," tambahnya.
Prof Dr Y Aris Purwanto, yang dosen IPB University memaparkan, teknologi ultra-fine bubble adalah sebuah inovasi teknologi sederhana, yang mempercepat pertumbuhan benih bawang putih.
Keunggulan inovasi ultra-fine bubble ini adalah mempercepat masa muncul umbi bawang putih. Selama ini, petani harus menunggu lima sampai enam bulan supaya benih bawang putih dapat ditanam. Sementara, teknologi ultra-fine bubble dapat mempercepat waktu tanam bawang putih yaitu hanya dua sampai tiga bulan.
"Dari sisi efisiensi waktu penyediaan benih akan menjadi lebih cepat dan siap tersedia kapanpun petani membutuhkan untuk menanam," jelas Prof Aris.
"Kita hanya membuat gelembung yang sangat halus di dalam air dan ukurannya nano yaitu sekitar 100-300 nano meter. Gelembung ini kita injeksikan ke air dan itu bisa bertahan lama, sehingga dapat meningkatkan oksigen terlarut (dissolved oxigen/DO)," tambahnya.
Dalam pengembangannya, Prof Aris bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk menghasilkan generator fine bubble. Teknologi ini bisa digunakan di berbagai tempat dan lokasi.
"Hasil teknologi ini tergantung varietas yang digunakan. Kalau memakai varietas Tawangmangu hanya perlu waktu satu bulan sudah siap tanam, kalau varietas Sanggar Sembalun memerlukan waktu dua sampai tiga bulan baru bisa ditanam," ujar Prof Aris.
Sementara, Ahmad Maufur, petani mitra di Desa Tuwel mengaku teknologi ini sangat membantu para petani.
"Kami sangat senang karena kami bisa menanam bawang putih lebih cepat," terangnya. Maufur juga menjelaskan, sebelumnya IPB University melalui Prof Sobir telah membantu pihaknya dengan inovasi double chromosom bawang putih. Inovasi ini mampu meningkatkan ukuran bawang putih yang dihasilkan oleh petani.