Sistem ISAMS dapat diterapkan pada berbagai jenis tanaman, baik tanaman obat (ginseng, purwaceng, jenis akar rimpang), tanaman hias (hokyantea, serut, santigi, tanaman bunga), serta sayuran (bawang merah, selada, sawi, bayam).
Sistem ini juga dapat dimanfaatkan untuk tanaman buah-buahan (melon, apel, stroberi, jeruk), tanaman pangan (padi, jagung, gandum), dan tanaman hortikultura lainnya.
ISAMS dapat diterapkan pada lahan terbuka (sawah, kebun, sawah), sistem rumah kaca dengan tanah atau sistem pertanian perkotaan lainnya (hidroponik, aeroponik, aquaponik).
Parameter yang diukur dalam sistem pertanian ini dapat disesuaikan dengan jenis media tanam, jenis tanaman atau masa panen. Pola pengukuran dan pengiriman data dapat diatur sesuai protokol komunikasi data yang diinginkan sesuai dengan kapasitas memori.
Menurut para peneliti, untuk urban farming, ISAMS sangat cocok untuk lahan dengan sumber air yang minim. Dengan memantau kondisi parameter tanah, kebutuhan air dapat dioptimalkan berdasarkan jenis tanaman dan tingkat kelembaban tanah.
Satu alat dapat mencakup area sekitar 10m² sehingga luas lahan yang tersedia dapat dibagi untuk menentukan jumlah alat ISAMS yang digunakan.
“Kami sudah mencoba perkebunan melon yang dikembangkan dengan alat ini sudah menghasilkan 1,5 ton di lahan seluas 300 m² dalam waktu tiga bulan,” tutup Wahyu.
Selain Wahyu Nugroho dan Eka Maulana, Dosen UB yang terlibat dalam pengembangan ISAMS adalah Waru Djuriatno dan Dr. Herman Suryokumoro.