SariAgri - Teknologi ultra-fine buble diharapkan dapat menjadi gagasan untuk mengatasi pertanian bawang putih. Pasalnya, sampai saat ini lebih dari 90 persen kebutuhan bawang putih dalam negeri masih dipasok dari produk impor.
"Produksi bawang putih kita masih berkisar antara 86 ribu ton, sedangkan impor kita mencapai lebih dari 400 ribu ton. Ini jauh sekali antara produksi dan impor," kata Rektor IPB University, Prof Arif Satria.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah dan peneliti harus segera dilakukan pemetaan di daerah potensial mana yang bisa ditanami. Di saat yang sama, perlu dihasilkan teknologi-teknologi yang bersifat terobosan.
"Dengan demikian kita tidak lagi bergantung pada impor bawang putih dari Cina maupun negara lain. Kita justru bisa memproduksi lebih banyak dengan bantuan teknologi tersebut," ucapnya.
Terkait teknologi ultra-fine bubbles, dosen IPB University dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Prof Y Aris Purwanto, menerangkan inovasi tersebut merupakan inovasi sederhana.
"Kita hanya membuat gelembung yang sangat halus di dalam air dan ukurannya nano yaitu sekitar 100-300 nano meter. Gelembung ini kita injeksikan ke air dan itu bisa bertahan lama, sehingga dapat meningkatkan oksigen terlarut (dissolved oxigen)" kata Aris.
Jadi kandungan oksigen di dalam air itu akan naik. Dengan naiknya kandungan oksigen di dalam air ini, ternyata mempunyai korelasi dengan percepatan germinasi.
"Sehingga apabila benih bawang putih direndam dalam air ini, maka dia akan membuat benih itu lebih cepat tumbuh. Jadi kalau petani mau menanam, akan melihat plumulanya itu tumbuh lebih dari 60 persen," jelasnya.
Keunggulan inovasi ultra-fine bubbles ini adalah mempercepat masa muncul umbi bawang putih. Selama ini, petani harus menunggu lima sampai enam bulan supaya benih bawang putih dapat ditanam.
Sementara, teknologi ultra-fine bubble dapat mempercepat waktu tanam bawang putih yaitu hanya dua sampai tiga bulan.
"Dari sisi efisiensi waktu penyediaan benih akan menjadi lebih cepat dan siap tersedia kapanpun petani membutuhkan untuk menanam," ucap dia.
Dalam pengembangannya, Aris bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk menghasilkan generator fine bubble. Teknologi ini bisa digunakan di berbagai tempat dan lokasi.
"Hasil teknologi ini tergantung varietas yang digunakan. Kalau memakai varietas Tawangmangu hanya perlu waktu satu bulan sudah siap tanam, kalau varietas Sanggar Sembalun memerlukan waktu dua sampai tiga bulan baru bisa ditanam," ujar dia.