Inovasi Sarung Tangan Lateks Berbahan Kulit Udang dan Daun Jambu Biji

Ilustrasi sarung tangan ramah lingkungan buatan mahasiwa ITS Surabaya. (Foto: Istimewa)

Editor: M Kautsar - Senin, 15 Maret 2021 | 16:00 WIB

SariAgri - Meningkatnya kebutuhan alat-alat medis di era pandemi ini turut berdampak pada peningkatan jumlah limbah medis, salah satunya sarung tangan lateks. Melihat permasalahan itu, lima mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, menggagas sarung tangan lateks ramah lingkungan.

Menurut ketua tim peneliti, Ahmad Fahmi Prakoso, sarung tangan lateks ramah lingkungan karya inovasi mereka terbuat dari bahan-bahan alami yang murah dan melimpah seperti pati sagu, limbah kulit udang, dan daun jambu biji.

“Alasan menggunakan bahan tersebut karena stok yang melimpah dan pemanfaatannya yang masih terbatas. Kami melihat semua bahan itu berpeluang dan memiliki kelebihan, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Selain itu inovasi ini bertujuan untuk mengatasi dampak limbah medis tersebut,” kata Fahmi.

Lebih jauh Fahmi, menjelaskan munculnya ide gagasan inovasi sarung tangan lateks bermula pada meningkatnya penggunaan sarung tangan tersebut untuk kebutuhan medis. Penggunaan lateks yang pada umumnya berbahan dasar plastik ini dapat mencemari lingkungan tanah dan air laut.

“Apalagi jika pengelolaannya dilakukan dengan kurang tepat,” kata mahasiswa Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS ini.

Fahmi memaparkan, lateks yang kerap dipakai memiliki komposisi zat yang sulit untuk terurai, seperti karet. Tidak hanya itu, lateks juga dapat menyebabkan alergi kulit karena tingginya kandungan protein yang ada di dalamnya. Zat kimia yang menyusunnya pun bersifat toksik.

“Pembuatannya juga menggunakan amonia, sehingga limbahnya dapat merusak lingkungan,” tambahnya. 

Fahmi mengklaim lateks buatan timnya ramah lingkungan, karena memiliki sifat mekanik yang sama, tetapi zat penyusunnya tidak menyebabkan alergi bagi kulit.

“Sehingga memberikan kenyamanan bagi pengguna,” ungkapnya. 

Fahmi menerangkan, pati sagu digunakan karena zat tersebut memiliki sifat yang mudah terurai. Sagu juga memiliki kadar pati paling tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain. Lalu, daun jambu biji mengandung tanin yang dapat mengikat protein penyebab alergi.

“Adapun limbah kulit udang digunakan karena memiliki zat kitosan yang bersifat antibakteri,” lanjutnya. 

Fahmi menegaskan lateks ramah lingkungan yang digagas timnya tersebut memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan produk lain. Menurutnya, lateks ramah lingkungan lain berfokus pada penguraiannya saja, tetapi tidak memperhatikan sifat mekanik bahan, antibakteri, dan zat pengikat protein alergi.  

“Saya berharap inovasi ini dapat menginspirasi semua orang untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang ada di Indonesia,” pungkasnya.